Selasa, 25 November 2014

0 Mengingat Malam Yang Indah



Aku inget pada malam itu, pada malam itu aku masih jadi seorang anak yang tidak patuh pada orang tua, masih belum tau seperti apa sih orang bekerja, seperti apa sih keluh kesah orang tua yang sedang mencari nafkah buat diriku. Mungkin pada saat itu aku masih bisa di bilang anak yang lugu, polos, tak tau apa-apa dan sebagainya. Aku sering mengatakan kata ‘ah’ ‘aduh’ jika diriku disuruh oleh orang tuaku.
Malam itu aku termenung sejenak mengingat tentang apa yang disampaikan oleh guru agama ataupun ustadz saya, ‘janganlah kalian sedikitpun melontarkan kata ah kepada orang tua kalian jika kalian disuruh olehnya. Kalian tidak pernah berfikir bagaimana bapak kalian yang banting tulang untuk mencari nafkah untuk kalian? Bagaimana ibu kalian yang membawa kalian pada saat kalian masih dalam rahim? Apakah kalian tidak berfikir itu? Rasulullah bersabda orang pertama, kedua, ketiga yang harus kita hormati adalah IBU, sedangkan yang keempat adalah AYAH. Apakah kalian pernah sadar akan hal itu?’
Saat itu aku merasa benar-benar dapat hidayah dari yang maha kuasa, orang yang awalnya nakal yang tidak pernah menuruti perintah orang tua menjadi orang yang peka terhadap apa yang diinginkan orang tua menjadi orang yang baik yang sholeh. Itulah yang saat itu aku rasakan. Aku benar-benar merenungkan akan apa yang dikatakan oleh ustadz saya  itu, aku mulai meresapkannya dalam hati, dan kemudian jatuhlah air dari mata ku dengan sendirinya, aku tak menyangka ternyata akku masi bisa mengeluarkan air mata.
Dan saat itulah aku mendapatkan hidayah dari yang maha kuasa. Aku tidak langsung meminta maaf kepada orang tua saya, masih merasakan takut dalam diri saya. mungkin karena saya merasa diri saya ini sudah banyak sekali dosa. Memang betul pada saat itu aku tidak minta maaf pada orang tua saya, tapi saya berfikiran bahwa saya harus merubah sikap saya dari yang buruk menjadi lebih baik lagi, dari yang tidak mau disuruh menjadi mau disuruh-suruh orang tua.
Saya mulai merasakan bagaimana rasanya orang tua saya yang banting tulang untuk menafkahi saya, ibu, dan adik saya setelah saya mulai mendapatkan pekerjaan. Meskipun pada saat itu saya sambil sekolah. Saat itu air jatuh lagi dari mataku, betapa sulitnya, betapa susahnya orang tua kita bekerja seharian, banting tulang seharian itu untuk apa? Untuk siapa? Untuk kita. Itulah yang selalu terlintas dalam fikiran saya, sehingga air mata itu jatuh dengan sendirinya.

0 komentar:

Posting Komentar